Wednesday 12 September 2012

Love, Wedding, Marriage


Lama ngga ngeblog dan tiba-tiba gue pengen memberi nuansa baru pada blog gue yang ‘tumbuh-kembang’-nya rada lambat ini. Gue pengen aja gitu nulis ide, perasaan, dan pemikiran gue dengan cara yang lebih kasual dan personal. Lebih talkative kali yah kalau boleh diistilahkan. Jadi mungkin gue akan mengambil tema yang lebih random—apa aja yang melintas dipikiran gue—walaupun itu gak jelas penting atau nggak hehe. Kayak post gue kali ini.

Love, Wedding, Marrige.

Merasa familiar dengan judul ini? Wajarlah ya, secara gue emang copas judul ini dari filmnya Mandy Moore yang gue tonton gak sengaja di TV kabel hehehe (gue paling gak bisa ngasih judul emang).

Memasuki usia twenty something, gue rasa makin banyak aja orang di sekitar gue yang mulai mikirin soal abis lulus mau ngapain. Yaa mungkin emang udah masanya kali yah mengingat INSYAALLAH kuliah bakal segera kelar (AMIN YA ALLAH). Apa sih rencana lo setelah itu? Lanjut S2, kerja, atau nikah? Gue rasa itu tiga jawaban yang paling sering keluar. Dan buat hal yang ketiga, banyak banget—cewek khususnya—yang udah mulai galau mikirinnya hehehe. Tiap dateng ke acara kawinan langsung gundah gulana, atau minamal ngayal ngerencanain nikahan lo nanti bakal gimana hehehe. Ada yang galaunya terang-terangan, ada juga yang sok lempeng kayak gue dengan jawab, “S2 dulu kali,” hehehe tapi sih padahal dalemnya kepikiran juga :p

Kenapa sih soal nikah ini sepertinya penting banget jadi pikiran cewek seumuran gue? Gue bakal coba memaparkan alasan yang gue dapet, entah dari hasil mikir-mikir sendiri ataupun sharing sama beberapa temen. Pertama, buat sebagian orang, hidup itu semacam punya ‘stage’nya sendiri, kayak TK-SD-SMP-SMA-Kuliah-Kerja-Nikah-Punya Anak-Ngebesarin Anak-Punya Cucu-Tua-Mati. So, pernikahan sendiri adalah satu bagian dari tingkatan itu. Makanya begitu beres kuliah, otomatis lo akan nentuin mau nikah atau kerja. Dan kalau salah satunya belum tercapai maka lo bakal kelabakan. Kenapa? Karena para penganut alasan pertama ini kalau belum mencapai jenjang kehidupan berikutnya bakal ngerasa hidupnya  incompelete, kayak gak naik kelas kira-kira rasanya.

Alasan kedua—yang menurut gue nyebelin—adalah tuntutan sosial. Berhubung kita ini tinggal di negara yang mayoritas penduduknya super kepo-resek-dan-hobi-ikut-campur-urusan-orang, seringkali hal-hal yang sebenarnya merupakan ranah pribadi seperti pernikahan, pada akhirnya menjadi urusan orang banyak alias menjadi tuntutan sosial. Tuntutan ini diwujudkan melalui pertanyaan “kapan nikah?” atau “siapa calonnya?” yang diajukan dalam berbagai kesempatan. Yang mana jika lo tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan realisasi (baca: nikah beneran) maka lo akan mendapat sanksi sosial berupa pandangan/sindiran/candaan soal label “perawan tua” atau “nggak laku” yang seolah ditempelin di jidat lo. Oh, shit. Jelas aja pada galau, siapa juga yang mau dianggap kayak gitu.

Alasan berikutnya yang lebih konservatif—tapi sedikit banyak gue setuju—adalah alasan religius seperti ajaran agama, menghindari zinah dan semacamnya. Mungkin karena gue sendiri adalah muslim yang memang diajarkan bahwa seks pra-nikah itu dosa kali yah, makanya sedikit banyak gue setuju atau setidaknya gue memahami orang-orang yang menikah dengan alasan ini. Walaupun kalau dipikir-pikir, nikah-supaya-nggak-zinah ini agak berkesan “Oh yaudah, gue menikah untuk melegalisasi aktivitas seksual / kebutuhan biologis gue sama pasangan gue” tapi ya menurut gue mendinglah, daripada lo ngaku Islam, solat jalan, puasa iya, lebaran ikutan, tapi ml dimana-mana juga. Yaudah sok atuh mending nikah aja yah hehehe :D


Ada yang merasa setuju dengan alasan-alasan yang tadi gue paparkan? Tertohok? Makin galau? Heheheh sama, sebenernya gue ngeblog gini biar nularin galau aja kali ke yang baca, biar gak galau sendirian. Ada juga alasan lain untuk nikah seperti misalnya mencari kehidupan yang lebih baik (buset udah kayak alasan nyari kerja!), ‘kecelakaan’ dll dsb, Tapi nih ya menurut gue lagi, alasan-alasan tadi gak berdiri sendiri-sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain dan semakin menekan lo buat mikirin soal pernikahan. Ya wajarlah kalau terus lo jadi kepikiran.

Di sisi lain, pernikahan sama sekali bukan hal yang mudah. Sebutlah gue ini sotoy karena gue sendiri belum pernah nikah dan bahkan gue lagi gak menjalin hubungan serius dengan siapapun saat ini (sok panjang, padahal intinya jomblo). But believe me, I’ve read a lot. Selain itu gue juga cukup banyak mendengar curhatan orang soal percintaan, bahkan orang yang udah nikah pun curhatnya ke gue! *stress*

Ada banyak hal yang bikin pernikahan itu sama sekali gak mudah. Belum ketemu jodohnya, finansial, keluarga. Macem-macemlah, dan semuanya itu gak bisa diabaikan kecuali lo emang cinta buta ya. Dan please gue harap jangan ada yang mengajukan alasan cinta doang buat nikah gini hari! Bukannya gue bilang cinta itu gak penting ya, justru karena gue adalah orang yang sangat mengagung-agungkan cint`a, makanya gue bisa bilang bahwa cinta aja nggak cukup.

Di antara semua alasan, sebaik-baiknya alasan untuk seseorang menikah (menurut gue) dan gue harap akan menjadi alasan ketika gue memutuskan untuk menikah suatu hari nanti adalah keyakinan (translation: faith). Keyakinan yang gue maksud disini adalah ketika cinta bertemu dengan kesiapan. Kenapa cinta dan kesiapan gue rangkum dalam istilah keyakinan? Karena menurut gue cinta adalah keyakinan atas perasaan lo sendiri (internal) dan kesiapan adalah keyakinan lo atas kemampuan lo dan pasangan untuk bisa memenuhi ‘syarat-syarat’ eksternal seperti persetujuan keluarga, kemampuan finansial, dll. Kalau lo udah punya keyakinan itu, gue rasa lo udah punya alasan yang logis untuk menikah.

Btw, salah satu alasan gue gatel ngepost topik ini juga karena salah satu ketakutan terbesar gue dalam hidup ini selain kecoak, jatuh miskin, dan masuk neraka adalah, gue takut banget hidup dalam unhappy marriage life and I don’t wanna get divorce in my whole life. Ini serius lho. Gue amat sangat takut salah memilih orang untuk dinikahi dan gue takut merasa tidak bahagia dalam pernikahan gue dan gue nggak pengen bercerai. Deep inside of me gue ini tipikal perempuan menikah banget, walaupun kemampuan gue akan pekerjaan domestik bisa dibilang nol besar hehehe. Hal ini berkaitan sama alasan pernikahan yang lain (lagi-lagi menurut gue loh ya), soalnya manusia itu takut kesepian dan takut sama kesendirian. Seenjoy-enjoynya lo sama kehidupan lo gue yakin lo akan sampai pada titik lo ngerasa butuh untuk ‘pulang’. Dan ‘pulang’ disini gak mengacu kepada suatu tempat, tapi ke sebuah perasaan. Lo butuh orang-orang yang bisa lo sebut keluarga, dan pernikahan adalah sarana buat lo mewujudkan keluarga itu (selama living together alias kumpul kebo masih didaulat sebagai zinah ya hehehe). Bayangin kalau lo menghabiskan sisa hidup lo sama orang yang salah dan bikin lo ga pernah ngerasa ‘pulang’. Itu ketakutan terbesar gue. And yeah, eventhough I always feel like a bittersweet bitch, I believe in true love.

Eeeehhh tapi, gue tidak mendiskreditkan orang-orang yang memilih melajang atau bercerai lho. Karena menurut gue dalam setiap pilihan yang diambil seseorang terdapat keberanian di dalamnya, dan pastinya didasari oleh experience pribadi yang akhirnya membentuk keputusan soal pilihan itu. Jadi selama orang itu happy sama pilihannya menurut gue sah-sah aja :D

Eh yaudah deh daripada makin ngelantur ya, gue kan Cuma sharing pemikiran gue doang. Tulisan ini gue tulis di usia gue yang ke-21 tahun 5 bulan 12 hari, and maybe it sounds naïve. Bodolah yaa, namanya juga anak muda. Bulan depan juga bisa berubah hehe.

Thanks for reading anyway.