Friday, 11 November 2011

Menabung Rindu

Duniaku seolah terbalik ketika kita bertemu lagi. Jika duniaku adalah sebuah telur yang terdiri dari cairan bening kental dengan cairan kuning sebagai intinya, maka kamu adalah sebentuk tangan manusia yang menggengam telur itu, kemudian mengguncang-guncang telur itu dengan demikian kencang hingga cairan putih dan kuningnya bercampur. Hingga aku bahkan tidak paham lagi bagian mana yang menjadi intinya.

Mungkin karena sebenarnya kamulah inti dari kehidupanku. Entah sejak kapan. Entah sampai kapan. Tapi untuk saat ini, aku rasa demikian.

Sudah beberapa bulan sejak pertemuan terakhir kita yang berakhir luka di hatiku. Namun saat kamu mengirim pesan dan bertanya “Apa kabar”, aku langsung menyambarnya sebagai sebuah kesempatan. Kesempatan bertemu yang tak pernah bisa kau janjikan kapan. Aku seperti kucing lapar yang rakus menerkam sisa-sisa tulang ikan.

Hingga jadilah aku,  kamu, dan sebuah pertemuan.

Setiap pertemuan denganmu adalah proses. Proses untukku merekam setiap tatapan, sentuhan, kata-kata. Proses memanjakan pikiranku dengan ide-ide segarmu, lelucon nakalmu, dan kisah-kisah serumu selama kita berpisah. Proses mereguk manisnya kecupan, lembutnya belaian, dan eratnya genggaman. Proses menghirup aroma tubuhmu yang harum bercampur bau rokok ketika kamu membenamkan diriku dalam pelukanmu. Lalu semua proses itu akan ku akumulasikan dalam sebuah kotak berlabel memori. Tempat aku menabung seluruh rinduku untukmu.

Seluruh proses itu terjadi hanya dalam sesaat pertemuan kita. Hingga nanti ketika kamu pergi lagi untuk waktu yang ku tak tahu sampai kapan, maka aku akan membuka kotak memori itu. Sedikit demi sedikit, aku akan memutar kenangan tentangmu. Tentang kita. Tentang kebersamaan yang rasanya selalu tak mencukupi.

Aku akan bertahan dengan seluruh memori itu. Aku akan bertahan hingga hari di mana kita akan bertemu lagi. Hari di mana kita seolah tak berjarak dan seolah tak pernah berpisah.

Aku akan menunggu.

Aku hanya berharap hari itu akan datang lebih cepat, karena demi Tuhan kenangan itu semakin samar. Persediaan obat penahan rinduku sudah semakin tipis dan aku harus kembali menabung kepingan-kepingan rindu itu.

Maka kembalilah lebih cepat kali ini.

2 comments: