Monday 29 July 2013

Luka

Meyembuhkan dan menghilangkan bekas luka adalah dua hal yang berbeda.

Ketika darah sudah mengering dan koreng telah terkelupas, namun bekasnya masih tetap terlihat. Mungkin karena jaringan kulit baru yang tumbuh memiliki warna yang berbeda dengan kulit yang semula, atau mungkin bekas luka itu hanya menyisakan goresan kecil berwarna putih. Namun ketika kita melihatnya, bekas itu masih ada. Tidak hilang.

Seperti perkara memaafkan dan melupakan. Seringkali dengan enteng aku mendengar atau mengucapkan “Ya sudahlah” atau “Sudah aku maafkan”, tanpa kusadari konsekuensi di balik kalimat itu. Bagiku memaafkan berarti telah memaklumi, menerima, dan berdamai dengan hal-hal tidak mengenakan yang pernah terjadi pada diriku. Memaafkan berarti telah memaklumi, menerima, dan berdamai dengan mereka yang pernah melukai hatiku.

Namun sekelumit sisi gelap dari hati ini ternyata seringkali belum bisa melupakan. Ketika pola-pola yang serupa dengan situasi yang pernah ku alami terjadi, memori ini langsung mengidentifikasikannya dengan kejadian di masa lalu. Pikiranku pun terganggu. Hati ini berjengit ngilu. Sama halnya seperti ketika kita melihat bekas luka yang membuat kulit tak lagi sempurna, kita pun kembali ingat bagaimana cara kita mendapat luka itu; rasa malu ketika terjatuh, rasa sakit ketika berdarah, dan rasa perih ketika luka itu diobati.

Segalanya tak lagi sama sejak kita terlanjur terluka.

Nuraniku kemudian terusik, memprotes “separuhnya” yang pendendam itu.

“Separuhnya” yang ternyata masih berduka.

No comments:

Post a Comment